Penyesalan Selalu Datang Terlambat

October 4, 2010

JANGAN "NGAMBEK" BERKEPANJANGAN TERHADAP ORANG YANG DIKASIHI.

Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah
rumah tangga. Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi
segalanya sudah terlambat.
Membawa nenek utk tinggal bersama
menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar
cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan
suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama
.

Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah
satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan
menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.
Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan
sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur,
menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya
dgn sinar matahari,tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja
dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India
dan berkata > :"Mari,kita jemput nenek di kampung".

Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan
kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman
disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan
dimasukan kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara
kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan
diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh
menikmati saat-saat seperti itu.

Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali
menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi
dan berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa
beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada
nenek:"Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman
dan suasana
hati lebih gembira."Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata
sambil tertawa:
"Ibu, ini kebiasaan orang kota , lambat laun ibu akan terbiasa juga."

Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil
membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga
bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia
selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku jawab, dia
selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil
berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong.Jangan katakan harga yang
sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.

Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan
sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki
masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah
nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek
selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan
sendok, itulah cara dia protes.

Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku
sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun
pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di
dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot,
misalnya; dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan,
dikumpulkan bisa untuk dijual katanya.Jadilah rumahku seperti tempat
pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar
tempat
semua kumpulan kantong plastik.

Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan
pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali
lagi pada saat dia sudah tidur.Suatu hari, nenek mendapati aku sedang
mencuci piring malam harinya, dia segera masukke kamar sambil membanting
pintu dan menangis.Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur
seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak
perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil
berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan pring itu
bisa membuatmu mati?"

Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg cukup lama, suasana
menjadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak
pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap
pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu
kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan
lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku,
seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?
Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli
makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu
di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga
kamu tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata
tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku.Dan dia
akhirnya berkata:"Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama
kami setiap pagi."Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba canggung itu.
Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu
perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar
semua.Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku
segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat
suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar
mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan
berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa
bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!..
Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku,
nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh……suamiku
segera mengejarnya keluar rumah.

Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek.
Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku.
Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini,
aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku
selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan
rumahku yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku
berkata:"Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter."Hasil pemeriksaan
menyatakan aku
sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah
berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek
sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?

Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia
berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu
tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke
arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya
penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku
sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi.
Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki
seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan
diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi
kenyataan.
Didalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman
ini berakibat sangat buruk?

Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan
peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku
menangis dengan sedihnya. Tengah malam,aku mendengar suara orang membuka
laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air
mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan
dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera
berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku..
Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan
antara cinta dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.
Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin
secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah
ini dan
pergi mencarinya di kantornya.Di kantornya aku bertemu dengan
seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung."Ibunya pak direktur
baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit.

Mulutku terbuka lebar.Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya,
nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku.
Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit
dalam hati:"Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?"
Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah
bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh
dengan kebencian.

Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek
berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku
mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak
melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku
baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian.
Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar,
jika............dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.

Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja
dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa
bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan
bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan
segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak
pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki
olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat
lambat.Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain.
Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui
keremangan lampu an kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang
wanita didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan
mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk
kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya.. Aku
tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak
tahu harus berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan
segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke
arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak
jantungku terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian.

Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika
tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka.
Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan
padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami
juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah,
kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas
dibongkar. Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya.
Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu
keinginan untuk menjelaskan semua ini.. Tetapi itu tidak terjadi.........,
semua berlalu begitu saja.

Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang
diri. Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan
bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku
membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris
mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek
bahwa aku tidak bersalah.

"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan
ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas
diatas meja, tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2 bulan hidup
sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi
aku berkata kepadanya:""Tunggu sebentar, aku akan segera
menanda tanganinya"".Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku.
Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata
ini terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.

Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia
memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku
menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya.""Lu Di, kamu
hamil?"" Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara
kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar
dengan derasnya.. Aku menjawab:""Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah
boleh pergi"".Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling
berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke
tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku.Tetapi di lubuk
hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa
diambil kembali. "Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan
kata:"Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk
memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku
lupakan.Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga.. Semua ini
adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak
akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan
untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah
menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah
pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani
surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap
tidak berbekas. Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku,
aku segera berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek.
Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku
tidak perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak
perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku
menghampirinya dan bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil
tertawa terbahak-bahak. Dia lupa........, itu adalah dulu, saat
cintaku masih membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang
sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang
perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk
anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan
barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak
bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari
kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer.
Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya
pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.

Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat
sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk
ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg
ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke
rumah sakit. Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku,
menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku
segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus
kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang
hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?
Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan
tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil
menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya.. Keluar dari ruang
bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata
sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas
memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke
lantai.. Aku berteriak histeris memanggil namanya.

Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka
matanya………aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air
matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah
merasakan sesakit saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada
stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan
sebuah mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan
yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk.
Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah
dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.
Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa
adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara…………Sebuah
surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak
kami."Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisamelihatmu. Itu adalah
harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk
kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya
bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam komputer
ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala
kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran
ayah. """Anakku, selesai menulis surat ini, ayah
merasa telah menemanimu hidup selama bertahun -tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah
ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu
dan adalah orang yg paling ayah cintai"".

Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK , SD , SMP, SMA
sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya.
Dia juga menulis sebuah surat untukku.""Kasihku, dapat
menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan
salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak
mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau
menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku.
Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak
punya kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada
bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya""."

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku
menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil
berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau
dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya".Dengan
susah payah dia membuka matanya, tersenyum...............anak itu tetap
dalam dekapannya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg
kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan
kamera di tangan sambil berurai air mata.....................
Teman2 terkasih, aku sharing cerita ini kepada kalian, agar
kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air
mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis
menangis, ingatlah pesan dari cerita ini :"Jika ada sesuatu yg mengganjal
di hati diantara kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan
simpan didalam hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah
pertanyaan: Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan
menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan?
Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita
lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.



Sumber :  E-mail from my Friend (Frank)

0 comments: